Minggu, 23 Juni 2013

Unexpected Expedition to Baduy Tribe

Unexpected Expedition to Baduy Tribe

            Kali ini saya akan menceritakan sebuah petualangan menarik dari salah satu suku pedalaman di Indonesia, yaitu petualangan yang menegangkan sekaligus mengasyikkan dari kakak saya seorang mahasiswa ITB yang bertualang mengunjungi suku badui, yang dikenal dengan suku yang kaku, misterius, dan animisme.

            Petualangan ini dicetuskan oleh saya (fina) sebagai anggota u green ITB untuk mempererat tali silaturahmi sesama alumni. Namun, rencana ini tidak begitu saja disetujui oleh orang sekitarku, ayahku melarang petualangan ini, karena menurut pengalaman ayahku, dia mempunyai kenalan yang hidupnya menjadi tidak tenang setelah mengunjungi badui. Namun, aku tidak mau menurutinya. Karena Saya yakin petualangan ini akan menjadi petualangan yang paling menarik yang pernah saya alami.



            Singkat cerita, kami (saya, Wiwit, mutia, wahyu, bagus, izhar, uci, fahmi. ) janjian berkumpul di tanah abang, Jakarta, seperti biasa kemanapun aku pergi aku membawa termos untuk penghangat air, dan tas ransel gunung. Lalu perjalanan kami lanjutkan dengan menggunakan KRL AC ke rangkas bitung, di kereta kami habiskan waktu dengan obrolan2 ringan mengenai suku badui, seketika saya teringat dengan ucapan orang orang terdekat saya mengenai Suku Badui, ada yang bilang suku badui adalah suku yang tidak suka kedamaian. Namun, aku keep positive thinking mengenai suku mistis tersebut.


            Perjalanan kami lanjutkan dengan mobil ELF, mobil itu adalah mobil angkutan umum satu satunya yang terdapat di sekitar suku badui tersebut, ditengah perjalanan ELF tersebut berhenti untuk menaikkan penumpang yang mana penumpang tersebut adalah suku badui itu sendiri. Tak kusangka mereka (suku badui tersebut) naik ke atap ELF. Pikiran positifku semakin lama memudar karena mengetahui beberapa attitude mereka seperti itu.

            Setelah berjubel dengan perjalanan yang naik turun bagaikan Rollercoaster ELF tersebut, kamipun sampai di suatu kampoeng pedalaman badui yang dari penampakan luarnya tersirat pemukiman lampau yang menyeramkan dan sangat asing dari kehidupan kota metropolitan. Akhirnya kami bertemu dengan salah seorang warga pemukiman badui tersebut, saya bertanya : “namanya siapa ibu ?”. Ternyata mereka tidak menjawab, ternyata bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda. setelah berbincang, warga ini bernama sariman, ia memiliki seorang anak kecil yang berumur 5 bulan bernama sarci. Sarci adalah anak yang IGG (Imut, Gendut, dan Menggemaskan). Kamipun menciumi pipinya, ternyata tak seperti yang kami ekspektasikan, ternyata sarci berbau tanah dan agak sedikit kasar.


           Tiba tiba datang segerombolan suku badui mengambil tas dan peralatan peralatan kami, ternyata mereka berniat membantu kami untuk membawakannya ke tempat berkemah kami, kami berkemah di dalam rumah salah seorang warga suku badui. Sore harinya kami pun berjalan jalan ke sungai yang masih sangat asri di dekat perumahan tersebut. Disana kami melihat beberapa keindahan alam yang belum pernah kami alami sebelumnya di kota metropolitan, yaitu suara gemercik air yang sangat indah, indahnya kunang kunang yang berpadu dengan gelap gulitanya malam, dan yang paling menarik, kami menemukan sebuah jamur yang dapat bercahaya dikegelapan ditengah pepohonan bambu.



            Seketika kami dikagetkan dengan salah seorang suku badui yang mendekati kami, kami pun berteriak sekuat tenaga karena ketakutan. Ternyata ia hanya menjemput kami agar kembali ke perkampungan untuk makan malam. Malam ini kami disuguhkan dengan sayur asem, sayur sop, nasi yang pulen, dan tak lupa dengan air panas yang tersisa di termosku ini. (Hmm lezatnya, pikirku). Setelah makan malam, terdengar suara tapak kaki yang lemah menuju ke tempat kami, dan ternyata itu adalah wiwit yang tidak kuat lagi berdiri, karena mengalami sakit yang amat sangat dibagian kaki nya. Seketika salah seorang suku badui tersebut menghampirinya dan memijatnya menggunakan minyak kelapa, dan dengan keahliannya itu akhirnya wiwit pun menjadi segar kembali keesokan harinya, disinilah saya merasakan this traveling expectation gone wrong.

            Keesokan paginya kami dibangunkan oleh warga suku badui untuk mengambil wudhu dan beribadah. Siangnya kami berpamitan dan mengucapkan terimakasih yang amat sangat kepada warga suku badui yang telah memberikan memorable moment and priceless moment ini. Perjalanan pulang pun kami lalui dengan rute yang sama seperti perjalanan pada saat berangkat. Sesampainya dirumah, saya menceritakan pengalaman ini kepada sanak saudaraku, dan akhirnya petualanganku ini dapat mengubah ekspektasi mereka (warga jakarta) ..."termasuk saya sendiri" yang salah terhadap suku Baduy. #ozn

So, jangan ragu ragu untuk mengunjungi suku suku pedalaman di Indonesia, karena mereka adalah keragaman kita kebanggan kita bersama yang patut dilestarikan.
           

            

1 komentar: