Unexpected
Expedition to Baduy Tribe
Kali ini saya akan menceritakan
sebuah petualangan menarik dari salah satu suku pedalaman di Indonesia, yaitu
petualangan yang menegangkan sekaligus mengasyikkan dari kakak saya seorang
mahasiswa ITB yang bertualang mengunjungi suku badui, yang dikenal dengan suku
yang kaku, misterius, dan animisme.
Petualangan
ini dicetuskan oleh saya (fina) sebagai anggota u green ITB untuk mempererat tali
silaturahmi sesama alumni. Namun, rencana ini tidak begitu saja disetujui oleh
orang sekitarku, ayahku melarang petualangan ini, karena menurut pengalaman
ayahku, dia mempunyai kenalan yang hidupnya menjadi tidak tenang setelah
mengunjungi badui. Namun, aku tidak mau menurutinya. Karena Saya yakin
petualangan ini akan menjadi petualangan yang paling menarik yang pernah saya
alami.
Singkat cerita,
kami (saya, Wiwit, mutia, wahyu, bagus, izhar, uci, fahmi. ) janjian berkumpul di
tanah abang, Jakarta, seperti biasa kemanapun aku pergi aku membawa termos
untuk penghangat air, dan tas ransel gunung. Lalu perjalanan kami lanjutkan dengan menggunakan KRL AC ke
rangkas bitung, di kereta kami habiskan waktu dengan obrolan2 ringan mengenai
suku badui, seketika saya teringat dengan ucapan orang orang terdekat saya
mengenai Suku Badui, ada yang bilang suku badui adalah suku yang tidak suka
kedamaian. Namun, aku keep positive thinking mengenai suku mistis tersebut.
Perjalanan
kami lanjutkan dengan mobil ELF, mobil itu adalah mobil angkutan umum satu
satunya yang terdapat di sekitar suku badui tersebut, ditengah perjalanan ELF tersebut
berhenti untuk menaikkan penumpang yang mana penumpang tersebut adalah suku
badui itu sendiri. Tak kusangka mereka (suku badui tersebut) naik ke atap ELF.
Pikiran positifku semakin lama memudar karena mengetahui beberapa attitude
mereka seperti itu.
Setelah
berjubel dengan perjalanan yang naik turun bagaikan Rollercoaster ELF tersebut,
kamipun sampai di suatu kampoeng pedalaman badui yang dari penampakan luarnya
tersirat pemukiman lampau yang menyeramkan dan sangat asing dari kehidupan kota
metropolitan. Akhirnya kami bertemu dengan salah seorang warga pemukiman badui
tersebut, saya bertanya : “namanya siapa ibu ?”. Ternyata mereka tidak menjawab,
ternyata bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda. setelah berbincang, warga
ini bernama sariman, ia memiliki seorang anak kecil yang berumur 5 bulan
bernama sarci. Sarci adalah anak yang IGG (Imut, Gendut, dan Menggemaskan).
Kamipun menciumi pipinya, ternyata tak seperti yang kami ekspektasikan, ternyata sarci
berbau tanah dan agak sedikit kasar.
Tiba tiba datang
segerombolan suku badui mengambil tas dan peralatan peralatan kami, ternyata
mereka berniat membantu kami untuk membawakannya ke tempat berkemah kami, kami
berkemah di dalam rumah salah seorang warga suku badui. Sore harinya kami pun
berjalan jalan ke sungai yang masih sangat asri di dekat perumahan tersebut.
Disana kami melihat beberapa keindahan alam yang belum pernah kami alami
sebelumnya di kota metropolitan, yaitu suara gemercik air yang sangat indah, indahnya
kunang kunang yang berpadu dengan gelap gulitanya malam, dan yang paling
menarik, kami menemukan sebuah jamur yang dapat bercahaya dikegelapan ditengah
pepohonan bambu.
Seketika
kami dikagetkan dengan salah seorang suku badui yang mendekati kami, kami pun berteriak
sekuat tenaga karena ketakutan. Ternyata ia hanya menjemput kami agar kembali
ke perkampungan untuk makan malam. Malam ini kami disuguhkan dengan sayur asem,
sayur sop, nasi yang pulen, dan tak lupa dengan air panas yang tersisa di
termosku ini. (Hmm lezatnya, pikirku). Setelah makan malam, terdengar suara
tapak kaki yang lemah menuju ke tempat kami, dan ternyata itu adalah wiwit yang
tidak kuat lagi berdiri, karena mengalami sakit yang amat sangat dibagian kaki
nya. Seketika salah seorang suku badui tersebut menghampirinya dan memijatnya
menggunakan minyak kelapa, dan dengan keahliannya itu akhirnya wiwit pun
menjadi segar kembali keesokan harinya, disinilah saya merasakan this traveling
expectation gone wrong.
Keesokan
paginya kami dibangunkan oleh warga suku badui untuk mengambil wudhu dan
beribadah. Siangnya kami berpamitan dan mengucapkan terimakasih yang amat
sangat kepada warga suku badui yang telah memberikan memorable moment and
priceless moment ini. Perjalanan pulang pun kami lalui dengan rute yang sama
seperti perjalanan pada saat berangkat. Sesampainya dirumah, saya menceritakan
pengalaman ini kepada sanak saudaraku, dan akhirnya petualanganku ini dapat
mengubah ekspektasi mereka (warga jakarta) ..."termasuk saya sendiri" yang salah terhadap suku Baduy. #ozn
So, jangan ragu ragu untuk mengunjungi suku suku pedalaman di Indonesia, karena mereka adalah keragaman kita kebanggan kita bersama yang patut dilestarikan.
nice story, hope you will win the competition
BalasHapus